Jin adalah salah satu makhluk ghaib yang
telah diciptakan Allah swt untuk beribadah kepada-Nya.
Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz-dzariyat: 56).
Sebagaimana malaikat, kita tidak dapat
mengetahui informasi tentang jin serta alam ghaib lainnya kecuali melalui
khabar shadiq (riwayat & informasi yang shahih) dari Rasulullah saw baik
melalui Al-Quran maupun Hadits beliau yang shahih. Alasan nya adalah karena
kita tidak dapat berhubungan secara fisik dengan alam ghaib dengan hubungan
yang melahirkan informasi yang meyakinkan atau pasti.
Katakanlah: “tidak ada
seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali
Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila (kapan) mereka akan dibangkitkan. (An-Naml: 65)
Dia adalah Tuhan yang
mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang
yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia
mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia
mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan
risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada
pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (Al-Jin: 26-28).
Manusia diperintahkan oleh Allah swt untuk
melakukan muamalah (pergaulan) dengan sesama manusia, karena tujuan hubungan
sosial adalah untuk melahirkan ketenangan hati, kerja sama yang baik, saling
percaya, saling menyayangi dan saling memberi. Semua itu dapat berlangsung dan
terwujud dengan baik, karena seorang manusia dapat mendengarkan pembicaraan
saudaranya, dapat melihat sosok tubuhnya, berjabatan tangan dengannya,
melihatnya gembira sehingga dapat merasakan kegembiraan nya, dan melihatnya
bersedih sehingga bisa merasakan kesedihannya.
Allah swt mengetahui fitrah manusia yang
cenderung dan merasa tenteram bila bergaul dengan sesama manusia, oleh karena
itu, Dia tidak pernah menganjurkan manusia untuk menjalin hubungan dengan
makhluk ghaib yang asing bagi manusia. Bahkan Allah swt tidak memerintahkan
kita untuk berkomunikasi dengan malaikat sekalipun, padahal semua malaikat
adalah makhluk Allah yang taat kepada-Nya. Para nabi dan rasul alahimussalam
pun hanya berhubungan dengan malaikat karena perintah Allah swt dalam rangka
menerima wahyu, dan amat berat bagi mereka jika malaikat menampakkan wujudnya
yang asli di hadapan mereka. Oleh karena itu tidak jarang para malaikat menemui
Rasulullah saw dalam wujud manusia sempurna agar lebih mudah bagi Rasulullah
saw untuk menerima wahyu.
Tentang ketenteraman hati manusia
berhubungan dengan sesama manusia Allah swt berfirman:
Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(Ar-Rum: 21).
Makna “dari jenismu sendiri’ adalah dari
sesama manusia, bukan jin atau malaikat, atau makhluk lain yang bukan manusia.
Karena hubungan dengan makhluk lain,
apalagi dalam bentuk pernikahan, tidak
akan melahirkan ketenteraman, padahal ketenteraman adalah tujuan utama menjalin
hubungan.
Beberapa Informasi
tentang Jin dari Al-Quran & Hadits
a. Jin diciptakan dari api dan
diciptakan sebelum manusia
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelumnya dari api yang sangat
panas. (Al-Hijr: 26-27).
خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ،
وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ
لَكُمْ. رواه مسلم
Malaikat telah diciptakan dari cahaya, jin
diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari tanah (yang telah
dijelaskan kepada kalian). (Muslim)
Perbedaan asal penciptaan ini menyebabkan
manusia tidak dapat berhubungan dengan jin, sebagaimana manusia tidak bisa
berhubungan dengan malaikat kecuali jika jin atau malaikat menghendakinya.
Apabila manusia meminta jin agar bersedia berhubungan dengannya, maka pasti jin
tersebut akan mengajukan syarat-syarat tertentu yang berpotensi menyesatkan
manusia dari jalan Allah swt.
b. Jin adalah makhluk yang
berkembang biak dan berketurunan
Dan (Ingatlah) ketika Kami berfirman
kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali
Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.
Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain
daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai
pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zhalim. (Al-Kahfi: 50).
Al-Quran juga menyebutkan bahwa di antara
bangsa jin ada kaum laki-laki nya (rijal) sehingga para ulama menyimpulkan berarti
ada kaum perempuannya (karena tidak dapat dikatakan laki-laki kalau tidak ada
perempuan). Dengan demikian berarti mereka berkembang biak.
Dan bahwasanya ada beberapa orang
laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di
antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin:
6).
c. Jin dapat melihat manusia sedangkan
manusia tidak dapat melihat jin
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu
dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu
dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan
kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat
kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami
telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang
tidak beriman. (Al-A’raf: 27).
Hal ini membuat kita tidak dapat
berhubungan dengan mereka secara wajar sebagaimana hubungan sesama manusia.
Kalau pun terjadi hubungan, maka kita berada pada posisi yang lemah, karena
kita tidak dapat melihat mereka dan mereka bisa melihat kita.
d. Bahwa di antara bangsa jin ada yang
beriman dan ada pula yang kafir, karena mereka diberikan iradah (kehendak) dan
hak memilih seperti manusia.
Dan sesungguhnya di antara kami ada jin
yang taat dan ada (pula) jin yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang
taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun jin
yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka
Jahanam. (Al-Jin (72): 14-15).
Meskipun ada yang muslim, tapi karena jin
makhluk ghaib, maka tidak mungkin muncul ketenteraman hati dan kepercayaan
penuh bagi kita terhadap keislaman mereka, apakah benar jin yang mengaku muslim
jujur dengan pengakuannya atau dusta?! Kalau benar, apakah mereka muslim yang
baik atau bukan?! Bahkan kita harus waspada dengan tipu daya mereka.
Berhubungan dengan jin adalah salah satu
pintu kerusakan dan berpotensi mendatangkan bahaya besar bagi pelakunya.
Potensi bahaya ini dapat kita pahami dari hadits Qudsi di mana Rasulullah saw
menyampaikan pesan Allah swt:
Dan sesungguhnya Aku telah menciptakan
hamba-hamba-Ku semua dalam keadaan hanif (lurus), dan sungguh mereka lalu
didatangi oleh setan-setan yang menjauhkan mereka dari agama mereka,
mengharamkan apa yang telah Aku halalkan, dan memerintahkan mereka untuk
menyekutukan-Ku dengan hal-hal yang tidak pernah Aku wahyukan kepada mereka
sedikit pun. (Muslim)
Dalil lain tentang larangan berhubungan
dengan jin adalah:
Dan bahwasanya ada beberapa orang
laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di
antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6).
Imam At-Thabari dalam tafsirnya
menyebutkan: “Ada penduduk kampung dari bangsa Arab yang menuruni lembah dan
menambah dosa mereka dengan meminta perlindungan kepada jin penghuni lembah
tersebut, lalu jin itu bertambah berani mengganggu mereka.
Tujuan seorang muslim melakukan hubungan
sosial adalah dalam rangka beribadah kepada Allah swt dan berusaha
meningkatkannya atau untuk menghindarkan dirinya dari segala hal yang dapat
merusak ibadahnya kepada Allah. Melakukan hubungan dengan jin berpotensi merusak
penghambaan kita kepada Allah yaitu terjatuh kepada perbuatan syirik seperti
yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ketidakmampuan kita melihat mereka dan
kemampuan mereka melihat kita berpotensi menjadikan kita berada pada posisi
yang lebih lemah, sehingga jin yang kafir atau pendosa sangat mungkin
memperdaya kita agar bermaksiat kepada Allah swt.
Bagaimana berhubungan dengan jin yang
mengaku muslim? Kita tetap tidak dapat memastikan kebenaran pengakuannya karena
kita tidak dapat melihat apalagi menyelidiki nya. Bila jin tersebut muslim
sekalipun, bukan menjadi jaminan bahwa ia adalah jin muslim yang baik dan taat
kepada Allah.
Di samping itu, tidak ada manusia yang
dapat menundukkan jin sepenuhnya (taat sepenuhnya tanpa syarat) selain Nabi
Sulaiman as dengan doanya:
Sulaiman berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah
aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang
juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi”. (Shad (38): 35).
Maka berhubungan dengan jin tidak mungkin
dilakukan kecuali apabila jin itu menghendakinya, dan sering kali ia baru
bersedia apabila manusia memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat ini
dapat dipastikan secara bertahap akan menggiring manusia jatuh kepada
kemaksiatan, bahkan mungkin kemusyrikan dan kekufuran yang mengeluarkannya dari
ajaran Islam. Na’udzu billah.
Wallahu a’lam.
Referensi:
1. Silsilah Aqidah oleh Umar Sulaiman Al Asyqar
2. Al ‘Aqaid Al-Islamiyah oleh Abdurrahman Hasan Habannakah
3. Tafsir At-Thabari.
2. Al ‘Aqaid Al-Islamiyah oleh Abdurrahman Hasan Habannakah
3. Tafsir At-Thabari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar