Kamis, 12 September 2013

Pengobatan Alternatif

Pengobatan Alternatif

Larangan Berhubungan dengan Jin


Jin adalah salah satu makhluk ghaib yang telah diciptakan Allah swt untuk beribadah kepada-Nya.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz-dzariyat: 56).
Sebagaimana malaikat, kita tidak dapat mengetahui informasi tentang jin serta alam ghaib lainnya kecuali melalui khabar shadiq (riwayat & informasi yang shahih) dari Rasulullah saw baik melalui Al-Quran maupun Hadits beliau yang shahih. Alasan nya adalah karena kita tidak dapat berhubungan secara fisik dengan alam ghaib dengan hubungan yang melahirkan informasi yang meyakinkan atau pasti.
Katakanlah: “tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila (kapan) mereka akan dibangkitkan. (An-Naml: 65)
Dia adalah Tuhan yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (Al-Jin: 26-28).
Manusia diperintahkan oleh Allah swt untuk melakukan muamalah (pergaulan) dengan sesama manusia, karena tujuan hubungan sosial adalah untuk melahirkan ketenangan hati, kerja sama yang baik, saling percaya, saling menyayangi dan saling memberi. Semua itu dapat berlangsung dan terwujud dengan baik, karena seorang manusia dapat mendengarkan pembicaraan saudaranya, dapat melihat sosok tubuhnya, berjabatan tangan dengannya, melihatnya gembira sehingga dapat merasakan kegembiraan nya, dan melihatnya bersedih sehingga bisa merasakan kesedihannya.
Allah swt mengetahui fitrah manusia yang cenderung dan merasa tenteram bila bergaul dengan sesama manusia, oleh karena itu, Dia tidak pernah menganjurkan manusia untuk menjalin hubungan dengan makhluk ghaib yang asing bagi manusia. Bahkan Allah swt tidak memerintahkan kita untuk berkomunikasi dengan malaikat sekalipun, padahal semua malaikat adalah makhluk Allah yang taat kepada-Nya. Para nabi dan rasul alahimussalam pun hanya berhubungan dengan malaikat karena perintah Allah swt dalam rangka menerima wahyu, dan amat berat bagi mereka jika malaikat menampakkan wujudnya yang asli di hadapan mereka. Oleh karena itu tidak jarang para malaikat menemui Rasulullah saw dalam wujud manusia sempurna agar lebih mudah bagi Rasulullah saw untuk menerima wahyu.
Tentang ketenteraman hati manusia berhubungan dengan sesama manusia Allah swt berfirman:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(Ar-Rum: 21).

Makna “dari jenismu sendiri’ adalah dari sesama manusia, bukan jin atau malaikat, atau makhluk lain yang bukan manusia. Karena hubungan dengan makhluk lain,
apalagi dalam bentuk pernikahan, tidak akan melahirkan ketenteraman, padahal ketenteraman adalah tujuan utama menjalin hubungan.
Beberapa Informasi tentang  Jin dari Al-Quran & Hadits
a.  Jin diciptakan dari api dan diciptakan sebelum manusia
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelumnya dari api yang sangat panas. (Al-Hijr: 26-27).

خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ، وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ. رواه مسلم

Malaikat telah diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari tanah (yang telah dijelaskan kepada kalian). (Muslim)
Perbedaan asal penciptaan ini menyebabkan manusia tidak dapat berhubungan dengan jin, sebagaimana manusia tidak bisa berhubungan dengan malaikat kecuali jika jin atau malaikat menghendakinya. Apabila manusia meminta jin agar bersedia berhubungan dengannya, maka pasti jin tersebut akan mengajukan syarat-syarat tertentu yang berpotensi menyesatkan manusia dari jalan Allah swt.
b.  Jin adalah makhluk yang berkembang biak dan berketurunan
Dan (Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zhalim. (Al-Kahfi: 50).
Al-Quran juga menyebutkan bahwa di antara bangsa jin ada kaum laki-laki nya (rijal) sehingga para ulama menyimpulkan berarti ada kaum perempuannya (karena tidak dapat dikatakan laki-laki kalau tidak ada perempuan). Dengan demikian berarti mereka berkembang biak.
Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6).
c. Jin dapat melihat manusia sedangkan manusia tidak dapat melihat jin
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al-A’raf: 27).
Hal ini membuat kita tidak dapat berhubungan dengan mereka secara wajar sebagaimana hubungan sesama manusia. Kalau pun terjadi hubungan, maka kita berada pada posisi yang lemah, karena kita tidak dapat melihat mereka dan mereka bisa melihat kita.
d. Bahwa di antara bangsa jin ada yang beriman dan ada pula yang kafir, karena mereka diberikan iradah (kehendak) dan hak memilih seperti manusia.
Dan sesungguhnya di antara kami ada jin yang taat dan ada (pula) jin yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun jin yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahanam. (Al-Jin (72): 14-15).
Meskipun ada yang muslim, tapi karena jin makhluk ghaib, maka tidak mungkin muncul ketenteraman hati dan kepercayaan penuh bagi kita terhadap keislaman mereka, apakah benar jin yang mengaku muslim jujur dengan pengakuannya atau dusta?! Kalau benar, apakah mereka muslim yang baik atau bukan?! Bahkan kita harus waspada dengan tipu daya mereka.
Berhubungan dengan jin adalah salah satu pintu kerusakan dan berpotensi mendatangkan bahaya besar bagi pelakunya. Potensi bahaya ini dapat kita pahami dari hadits Qudsi di mana Rasulullah saw menyampaikan pesan Allah swt:

Dan sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku semua dalam keadaan hanif (lurus), dan sungguh mereka lalu didatangi oleh setan-setan yang menjauhkan mereka dari agama mereka, mengharamkan apa yang telah Aku halalkan, dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan-Ku dengan hal-hal yang tidak pernah Aku wahyukan kepada mereka sedikit pun. (Muslim)
Dalil lain tentang larangan berhubungan dengan jin adalah:
Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6).
Imam At-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan: “Ada penduduk kampung dari bangsa Arab yang menuruni lembah dan menambah dosa mereka dengan meminta perlindungan kepada jin penghuni lembah tersebut, lalu jin itu bertambah berani mengganggu mereka.
Tujuan seorang muslim melakukan hubungan sosial adalah dalam rangka beribadah kepada Allah swt dan berusaha meningkatkannya atau untuk menghindarkan dirinya dari segala hal yang dapat merusak ibadahnya kepada Allah. Melakukan hubungan dengan jin berpotensi merusak penghambaan kita kepada Allah yaitu terjatuh kepada perbuatan syirik seperti yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ketidakmampuan kita melihat mereka dan kemampuan mereka melihat kita berpotensi menjadikan kita berada pada posisi yang lebih lemah, sehingga jin yang kafir atau pendosa sangat mungkin memperdaya kita agar bermaksiat kepada Allah swt.
Bagaimana berhubungan dengan jin yang mengaku muslim? Kita tetap tidak dapat memastikan kebenaran pengakuannya karena kita tidak dapat melihat apalagi menyelidiki nya. Bila jin tersebut muslim sekalipun, bukan menjadi jaminan bahwa ia adalah jin muslim yang baik dan taat kepada Allah.
Di samping itu, tidak ada manusia yang dapat menundukkan jin sepenuhnya (taat sepenuhnya tanpa syarat) selain Nabi Sulaiman as dengan doanya:
Sulaiman berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi”. (Shad (38): 35).
Maka berhubungan dengan jin tidak mungkin dilakukan kecuali apabila jin itu menghendakinya, dan sering kali ia baru bersedia apabila manusia memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat ini dapat dipastikan secara bertahap akan menggiring manusia jatuh kepada kemaksiatan, bahkan mungkin kemusyrikan dan kekufuran yang mengeluarkannya dari ajaran Islam. Na’udzu billah.
Wallahu a’lam.

Referensi:
1.    Silsilah Aqidah oleh Umar Sulaiman Al Asyqar
2.    Al ‘Aqaid Al-Islamiyah oleh Abdurrahman Hasan Habannakah
3.    Tafsir At-Thabari.



Selasa, 10 September 2013

Dialog Manusia dengan Jin

4 Cara Dialog Manusia Dengan Jin 

Banyak buku-buku atau kaset-kaset yang judul cover nya tentang “Dialog dengan Jin”. Di antaranya; Dialog dengan Jin Muslim oleh Muhammad lsa Daud, Dialog dengan Jin Kafir oleh Muhammad ash-Shayim. Atau kaset yang judulnya “Dialog dengan raja jin”. Sebagaimana juga kita sering mendengar cerita seorang kyai, ustadz atau tokoh agama, serta orang yang mengaku sebagai ahli spiritual mampu berkomunikasi dengan jin. Bahkan di antara mereka ada yang mengaku berkoalisi dengan jin dan ada juga yang mengaku punya piaraan jin. Yang jadi pertanyaan adalah, “Bagaimana cara mereka bisa berkomunikasi dengan jin atau menjadikannya sebagai patner, dan bolehkah kita percaya pada omongan jin???”. 
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya dialog antara manusia biasa (bukan nabi atau rasul) dengan jin.
Pertama, jin datang sendiri kepada manusia dengan menampakkan diri dan menyerupai sosok tertentu sehingga bisa dilihat oleh manusia dan berdialog dengannya. Seperti penampakan lblis di kalangan orang kafir Quraisy di Darun Nadwah lalu terjadi dialog di antara mereka (Tafsir lbnu Katsir: 2/379). Penampakan lblis di tengah pasukan kafir Quraisy saat mau berkecamuk Perang Badar lalu terjadi dialog di antara mereka (Tafsir lbnu Katsir: 2/317). Penampakan syetan sebagai sosok manusia di gudang zakat lalu terjadi dialog dengan penjaganya, Abu Hurairah (HR. Bukhari). Penampakan jin di rumah Ubay bin Ka’ab lalu terjadi dialog antara keduanya (HR. Nasa’i). Dan ada juga orang-orang pada masa sekarang yang melihat penampakan, lalu mereka berdialog dengan ‘sosok misteri itu’, lalu sosok itu menghilang. Syari’at lslam telah membenarkan proses terjadinya dialog antara manusia dengan iin yang menampakkan diri.
Kedua, jin datang ke manusia tanpa menampakkan diri. La datang hanya dengan suara dan bisikan, dan ini adalah termasuk bentuk gangguan syetan. Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, “Syetan akan mendatangi salah seorang dari kalian seraya bertanya, ‘Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan ini?’ sampai pada pertanyaan, ’Siapa yang menciptakan Allah?’ Barangsiapa mendapati dalam dirinya pertanyaan tersebut, maka berlindunglah kepada Allah (baca lsti’adzah), dan hendaklah menghentikannya (mengakhirinya),” (HR. Bukhari).
Begitu juga kedatangan syetan ke dukun-dukun untuk memberikan kepada mereka informasi, bisikan atau wangsit. Aisyah berkata, “Orang-orang datang ke Rasulullah dan bertanya tentang dukun-dukun’. Rasulullah SAW menjawab, ‘Mereka itu tidakada apa-apanya’. Lalu ada yang berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka kadang-kadang memberitahu kepada kami berita (ramalan) yang benar-benar terjadi’. Rasulullah menjawab, ‘Berita itu bersumber dari kebenaran yang telah dicuri Jin, kemudian disampaikan ke telinga walinya (para dukun). Tapi jin telah mencampur kebenaran dengan seratus kebohongan”. (HR. Bukhari). Mantan dukun yang sudah taubat di hadapan Rasulullah pernah ditanya oleh Umar bin Khatthab, “Apakah jin perewanganmu masih mendatangimu?” Dukun yang sudah taubat itu menjawab, “Sejak saya rajin membaca al-Qur'an, dia tidak pernah datang lagi. Sebaik-baik pengganti adalah al-Qur’an.” (A’lamun Nubuwwah: 127).
Ketiga, jin tidak datang dengan sendirinya tapi didatangkan atau  diundang. Diundang dengan membaca mantra atau melakukan ritual-ritual menyimpang. Cara inilah yang biasanya dipakai oleh dukun, tukang sihir, tukang ramal atau orang-orang yang sejenis mereka. Setelah mereka membaca mantra atau melakukan ritual menyimpang, jin yang dimaksud akan datang. Kedatangannya bisa berbentuk penampakan atau hanya berupa suara saja, sebagaimana yang pernah diceritakan mantan dukun yang telah bertaubat ke Majalah Ghoib. Setelah jinnya datang, terjadilah dialog antara dia dengan si pengundang. Biasanya orang yang mengundang jin dengan cara seperti ini butuh bantuan dari jin tersebut, dan banyak ragam bantuan yangmereka butuhkan. Koalisi seperti ini dilarang oleh syari’at lslam dan merupakan kesyirikan. Allah berfirman, “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-iin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin: 6).
Keempat, dialog dengan cara mediumitasi. Cara ini ada dua macam.
Pertama, dengan menghadirkan seorang manusia, lalu ia melakukan ritual (gerakan) atau baca mantra untuk mengundang jin yang dimaksud, agar masuk ke jasad manusia yang disiapkan untuk jadi mediator. Lalu terjadilah dialog antara pengundang dengan jin melalui mediator tersebut. Cara ini tidak dibenarkan syari’at dan juga tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW, dan biasanya ada unsur kesyirikan di dalamnya. Karena yang hadir ke mereka bisa dipastikan adalah jin jahat atau syetan, kalau pun ia muslim, biasanya muslim yang munafik. Sedangkan jin muslim shalih tidak akan memperdaya manusia atau menyeret mereka ke lembah dosa. lngat! misi utama syetan adalah menyesatkan manusia. Mereka tidak membantu manusia kecuali untuk menyesatkan manusia tersebut.
Kedua, adalah menggunakan orang yang kesurupan. Ada orang yang diganggu jin atau kesurupan, lalu dilakukan terapi ruqyah padanya, dan saat ruqyah dibaca, terkadang jinnya mau berbicara atau berdialog dengan manusia lewat mulut orang yang terganggu. Kalau ruqyahnya syirkiyyah (bermuatan syirik), maka lslam mengharamkannya. Tapi kalau ruqyahnya syar’iyyah se bagai mana yang pernah dilakukan Rasulullah SAW, maka hal itu dianjurkan. Apabila dengan dibacakan ayat dan do’a Rasulullah, jin yang di dalam tubuh orang tersebut bereaksi dan mau berbicara, maka terjadilah dialog. Tapi kalau tidak  mau berbicara atau berdialog, kita tidak boleh memaksanya. Apalagi melakukan tindak kekerasan seperti memukul atau menendangnya agar ia mau bicara. Bacalah ruqyah terus-menerus, sampai jin itu teriak atau merasa kesakitan, lalu kabur dari badan orang tersebut. Kalaupun tidak terlihat reaksi yang berarti, janganlah putus asa. Berdo’alah terus kepada Allah agar gangguan yang ada segera dihilangkan atau disembuhkan.
Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata: “... Saat jin atau syetan itu masuk dalam diri manusia terkadang ia berbicara melalui lisan orang tersebut. Orang di sekitarnya yang mendengar ucapan itu mengetahui bahwa yang berbicara itu bukanlan manusia yang kesurupan, tapi jin yang ada di dalam dirinya. Maka dari itu terkadang kita menjumpai dalam Perkataannya itu berbeda dengan perkataan orang yang sebenarnya saat ia tersadar, perbedaan itu terjadi karena yang berkata adalah jin melalui lisan orang tersebut. Kita memohon kepada Allah semoga Dia melindungi kita semua dari gangguan kesurupan semacam itu dan juga bencana lainnya. Kesurupan seperti itu pengobatannya melalui bacaan (ruqyah) dari orang yang baik, alim dan shalih. Kadang-kadang jin tersebut mau berbicara dan memberi tahu mereka tentang sebab manusia itu kesurupan, tapi terkadang juga ia tutup mulut. Dan kebenaran dari merasuknya iin ke tubuh manusia telah ada dalilnya dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta realita yang terjadi.” (Syarhu Riyadhish Shalihin: I/177 - 178).

Yang perlu dicatat dalam masalah yang berkaitan dengan dialog dengan jin saat melakukan ruqyah adalah: Jangan berlebihan dalam melontarkan materi pertanyaan, seperti tanya soal jodoh, rizki atau prilaku seseorang. Karena hal itu adalah urusan Allah, bukan urusan jin. Fokuslah pada hal yang berkaitan dengan proses terapi. Berikanlah nasehat agama kepadanya agar ia bertaubat kepada Allah dan tidak melakukan kedzaliman lagi. Kalau ia mengaku agamanya non muslim, ajaklah ia masuk lslam. Kalau ia masuk lslamnya pura-pura, itu bukan urusan Anda, Allah yang Maha Tahu, yang penting kita sudah menyampaikan kebenaran. Kalau ia mengaku masuknya melalui sihir, tanyakan di mana letak sihirnya. Tapi waspadalah! Bisa jadi ia membohongi Anda. Timbanglah dengan al-Qur’an dan al-Hadits, atau konfrontasikan dengan realita yang ada. Jangan langsung percaya omongan mereka. Apalagi kalau dia menyebutkan pelaku sihirnya. Kalau tidak ada bukti, jangan terprovokasi!!!